![]() |
Semua dimulai dari sebuah inspirasi. |
"Abang, ini pesan terakhir Papa."
Dua pesan diamanahkan kepadaku saat itu. What? Apa kamu tahu
perasaanku saat itu, dimana seseorang yang kita sangat cintai akan meninggalkan
kita untuk selama-lamanya? Hanya senyum yang bisa kuberikan, mungkin Papa cuma
mengigau. Tetapi senyumnya benar-benar meyakinkanku. Tak lama, beliau
meninggalkanku untuk selama-lamanya.
Itulah alasan kuat mengapa aku pergi jauh. Jauh dari rumah,
jauh dari keluarga, jauh dari segala hiruk pikuk rutinitas. Pergi melihat alam
yang luas, bertemu dengan banyak orang baru, dan menikmati setiap kearifan
lokal yang ada. Seperti yang mendiang Ayahku lakukan, beliau seorang perantau.
Beliau hampir menyambangi semua pulau-pulau utama di Indonesia, terkecuali
tanah Papua.
![]() |
Aku bersama inspiratorku. Masa kecilku menikmati kapal laut, pantai, gunung, maupun perbukitan. |
Setelah Ayah tiada, aku melakukan apapun untuk menuntaskan
pesan terakhirnya. Aku memulai semua rencana perjalananku ini dengan menabung.
Menilik umurku yang sudah menyentuh 20 tahun, malu rasanya saat itu jika aku
masih bergantung pada orang tua -- yaitu Ibu yang bekerja di butik.
Singkat cerita, saat pulang dari kampus aku melihat gerobak
kue yang bisa dibilang cukup ramai. Bau harum dari gorengan itu menggodaku, dan
tak sadar beberapa lembar uang ribuan kupakai untuk menikmati gorengan di sore
itu. "Gila, hangat-hangat gini gorengan enak banget, apalagi pas di kampus
pas lagi kuliah!" pikirku. Beberapa hari kemudian, aku memulai usahaku
dari berjualan kue dan gorengan dikampus. Setiap hari, aku mengambil gorengan
dan kue, lalu berkeliling kampus untuk menjajakan gorengan. Pernah suatu ketika
di salah satu Fakultas, aku di ejek karena pekerjaanku. Aku tidak pernah ambil
pusing, karena apa yang kulakukan ini merupakan langkah awal untuk memulai
semuanya.
Ternyata, strategi berjualan di kampus cukup baik, hingga
daganganku ramai dan aku beralih menjadi penjual roti isi dari sebuah Bakery
terkenal di Kota Bandung. Setiap harinya, aku menjajakan dua buah kotak berisi
puluhan roti isi, dan dalam waktu 3-6 jam, semua ludes habis dibeli. Dari mulai
mahasiswa, tata usaha, hingga dosen. Semenjak berjualan roti, aku hanya
berjualan di fakultasku saja. Wajar, mereka mengenalku dengan sebutan Yudha
Roti. "Yud, roti sisa rasa apa? beli tiga, ngutang dulu." beberapa
teman suka bercanda dengan nada yang sama.
Keuntunganku cukup besar perharinya. Aku bisa makan 3x
sehari dari hasil daganganku. Tak perlu malu dengan pekerjaan sampinganku saat
ini. "Aman kalau seperti ini terus, aku bisa menabung untuk meneruskan
pesan Ayah" pikirku saat itu. Lagipula, kalau tidak habis rotinya,
biasanya aku menikmatinya sendiri, atau diberikan ke teman kost. Ya hitung-hitung
rezeki sekalia promosi.
"Yud, lo ngerti nggak nih? Laptop gue nggak mau di
klik. Kenapa ya?" tanya temanku. Aku cukup paham dengan komputer, bahkan
pernah membuat website sendiri. Jujur, aku juga salah satu founder dari forum
Hacker yang aktif di dunia IT. Aku pun membantu temanku untuk memperbaiki
laptopnya, dan saat itu aku menemukan ide baru untuk menunaikan amanah terakhir
Ayahku.
Bersambung. Silahkan baca Yud Stories - Perjalanan Panjang.
Cerita yang mengharukan. Turut berdukacita atas meninggalnya ayah anda..
ReplyDeleteTerima kasih doanya bro....
Delete