Yud Stories - Sebuah Inspirasi

Semua dimulai dari sebuah inspirasi.
"Abang, ini pesan terakhir Papa."

Dua pesan diamanahkan kepadaku saat itu. What? Apa kamu tahu perasaanku saat itu, dimana seseorang yang kita sangat cintai akan meninggalkan kita untuk selama-lamanya? Hanya senyum yang bisa kuberikan, mungkin Papa cuma mengigau. Tetapi senyumnya benar-benar meyakinkanku. Tak lama, beliau meninggalkanku untuk selama-lamanya.

Itulah alasan kuat mengapa aku pergi jauh. Jauh dari rumah, jauh dari keluarga, jauh dari segala hiruk pikuk rutinitas. Pergi melihat alam yang luas, bertemu dengan banyak orang baru, dan menikmati setiap kearifan lokal yang ada. Seperti yang mendiang Ayahku lakukan, beliau seorang perantau. Beliau hampir menyambangi semua pulau-pulau utama di Indonesia, terkecuali tanah Papua.

Sedangkan aku dan Ibuku? Ibuku sangat over protective. Saat sekolah, aku merupakan anggota pecinta alam. Tetapi, ibu membuat aktivitasku agak sedikit terhambat. Dari dulu, memang aku senang traveling dan yang berbau outdoor. Diajak oleh Ayah untuk mendatangi kampungnya di Samarinda, mengelilingi Sumatera dari Lampung hingga Padang, hingga Kapal Pelni pertamaku saat aku masih Sekolah Dasar. Bisa dibilang, Ayah mendidikku untuk mandiri dan tidak takut untuk keluar dari rumah.


Aku bersama inspiratorku. Masa kecilku menikmati kapal laut, pantai, gunung, maupun perbukitan.
Setelah Ayah tiada, aku melakukan apapun untuk menuntaskan pesan terakhirnya. Aku memulai semua rencana perjalananku ini dengan menabung. Menilik umurku yang sudah menyentuh 20 tahun, malu rasanya saat itu jika aku masih bergantung pada orang tua -- yaitu Ibu yang bekerja di butik.

Singkat cerita, saat pulang dari kampus aku melihat gerobak kue yang bisa dibilang cukup ramai. Bau harum dari gorengan itu menggodaku, dan tak sadar beberapa lembar uang ribuan kupakai untuk menikmati gorengan di sore itu. "Gila, hangat-hangat gini gorengan enak banget, apalagi pas di kampus pas lagi kuliah!" pikirku. Beberapa hari kemudian, aku memulai usahaku dari berjualan kue dan gorengan dikampus. Setiap hari, aku mengambil gorengan dan kue, lalu berkeliling kampus untuk menjajakan gorengan. Pernah suatu ketika di salah satu Fakultas, aku di ejek karena pekerjaanku. Aku tidak pernah ambil pusing, karena apa yang kulakukan ini merupakan langkah awal untuk memulai semuanya.

Ternyata, strategi berjualan di kampus cukup baik, hingga daganganku ramai dan aku beralih menjadi penjual roti isi dari sebuah Bakery terkenal di Kota Bandung. Setiap harinya, aku menjajakan dua buah kotak berisi puluhan roti isi, dan dalam waktu 3-6 jam, semua ludes habis dibeli. Dari mulai mahasiswa, tata usaha, hingga dosen. Semenjak berjualan roti, aku hanya berjualan di fakultasku saja. Wajar, mereka mengenalku dengan sebutan Yudha Roti. "Yud, roti sisa rasa apa? beli tiga, ngutang dulu." beberapa teman suka bercanda dengan nada yang sama.

Keuntunganku cukup besar perharinya. Aku bisa makan 3x sehari dari hasil daganganku. Tak perlu malu dengan pekerjaan sampinganku saat ini. "Aman kalau seperti ini terus, aku bisa menabung untuk meneruskan pesan Ayah" pikirku saat itu. Lagipula, kalau tidak habis rotinya, biasanya aku menikmatinya sendiri, atau diberikan ke teman kost. Ya hitung-hitung rezeki sekalia promosi.

"Yud, lo ngerti nggak nih? Laptop gue nggak mau di klik. Kenapa ya?" tanya temanku. Aku cukup paham dengan komputer, bahkan pernah membuat website sendiri. Jujur, aku juga salah satu founder dari forum Hacker yang aktif di dunia IT. Aku pun membantu temanku untuk memperbaiki laptopnya, dan saat itu aku menemukan ide baru untuk menunaikan amanah terakhir Ayahku.

Bersambung. Silahkan baca Yud Stories - Perjalanan Panjang.




2 comments: